MUHAMMADIYAH
1.
Sejarah
Muhammadiyah
didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan
dengan tanggal 18 November 1912 Miladiyah di Yogyakarta.[1]
Latar
belakang berdirinya Muhammadiyah di antaranya didorong oleh beberapa faktor,
a.
Pendalaman Kyai Ahmad Dahlan terhadap ayat Al-Qur’an dan
As-Sunnah terutama QS. Ali Imran ayat 104
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ
يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Adakanlah
diantara kamu sekalian segolongan umat yang mengajak kepada Islam,
memerintahkan kebajikan dan mencegah kemunkaran. Dan mereka itulah orang-orang
yang mendapatkan kebahagiaan”
Pada ayat
tersebeut, KH. Ahmad Dahlan berpikir bahwa melalui ayat tersebut, Allah swt
menyuruh umat-Nya untuk berdakwah dan menyebarkan kebaikan secara berkelompok
atau organisasi. Karena keburukan yang terorganisir lebih baik daripada kebaikan
yang tidak terorganisir.
b.
Ketidak murnian Islam, karena umat tidak lagi memegang
teguh tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Banyak sekali taklid, bid’ah, khurafat,
syirik yang merusak kemurnian aqidah. Pada praktek ibadahpun, terdapat banyak
sekali bentuk-bentuk budaya yang muali bercampur menjadi satu dengan ritual
ibadah Islam, sehingga layaknya seperti tuntunan Nabi Muhammad SAW.
Contohnya adalah kegiatan-kegiatan
kematian, mencari jodoh dan lain sebagainya penuh diwarnai dengan
kebiasaan-kebiasaan yang bersifat bid’ah
dan khurafat. Umat Islam pada saat itu juga tergolong umat yang
terbelakang, mereka memeluk agama Islam bukan karena keyakinan hidupnya, tetapi
karena keprcayaan hidup yang diwarisi dari nenek moyang. Islam warisan itupun
sudah bercampur dengan ajaran-ajaran animisme, Hindu, Budha, dan lain
sebagainya.
Taklid
adalah sikap ikut-ikutan dalam ibadah tanpa mengetahui dasar perintahnya.
Bid’ah
adalah menambah-nambahi dalam masalah agama atau ibadah.
Khurafat
adalah takhayul yang merusak kemurnian Islam.
c.
Munculnya bahaya yang mengancam kehidupan agama Islam
berhubungan dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin
lama semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat. Bentuk kegiatan yang
dilancarkan oleh misi dan zending adalah berupa mendirikan rumah sakit, sekolah
dan gereja d tengah-tengah perkampungan kaum muslimin. Cara-cara demikian dilakukan
agar penduduk setempat secara sadar atau tidak
tertarik dengan kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh orang Kristen.
Para pastur pun ikut andil dalam penyebaran misi agamanya. Pastur ini turun ke
masyarakat dengan mengenakan jubah putih khas pastur, dengan harapan penduduk
setempat yang beragama Islam mulai terbiasa dengan pakaian para pastur
tersebut, sehingga mudahlah bagi orang-orang Kristen untuk berkenalan dan
memberi pengaruh-pengaruhnya.
d.
Islam pada saat itu adalah agama yang tidak disukai dan
Islam mendapatkan label sebagai agama yang kolot dan tidak up to date oleh
kalangan intelektual. Sikap yang muncul dari ketidak sukaan itu sangat
merugikan umat Islam, terutama bagi para pelajar Islam, mereka mendapatkan
perlakuan yang kurang baik seperti tidak mempedulikan dan menjauhi para pelajar
muslim. orang-orang berpikir bahwa yang terpenting dalam memajukan suatu
peradaban adalah ilmu dan teknologi yang dimiliki oleh orang Barat. Oleh sebab
itulah KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang dengan faham keagamaan
yang segar, faham yang mampu mempertemukan syari’at agama dengan perubahan
zaman sebagai bentuk penolakan atas pandangan dan sikap para intelektual.[2]
Maksud dan tujuan dari didirikannya
Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga
terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.[3]
2.
Tokoh-tokoh Muhammadiyah
Muhammadiyah
telah berdiri selama 103 tahun. Fakta ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah mampu
bertahan terhadap goncangan dan kritik masyarakat akan dirinya. Dibalik majunya
organisasi Islam ini, pasti ada
tokoh-tokoh yang mampu menggerakkan Muhammadiyah hingga sebegitu hebatnya.
Berikut tokoh-tokoh Muhammadiyah,
KH. Ahmad Dahlan
(ketua
1912-1922)
KH. Ibrahim (ketua
1923-1933)
KH. Hisyam (ketua
1934-1936)
KH. Mas Mansyur (ketua
1937-1941)
Ki Bagus Hadikusuma (ketua
1944-1953)
Buya H. Ahmad Rasyid Sutan Mansur (ketua 1956-1959)
KH. Muhammad Yunus Anis (ketua
1959-1962)
KH. Ahmad Badawi (ketua
1962-1965)
KH. Faqih Usman (ketua
1968-1971)
KH. Abdur Rozak Fachruddin (ketua 1971-1985)
KH. Ahmad Azhar Basyir, MA (ketua 1990-1995)
Prof. Dr. H. Amien Rais (ketua
1995-1998)
Prof. Dr. Ahmad Syafi’i Ma’arif (tahun 1998-2005)
Prof. Dr. Muhammad Sirajuddinn Syamsuddin, MA (ketua
2005-2015)[4]
Berbicara soal tokoh Muhammadiyah, berikut ini ada seorang tokoh yang
memiliki profil, kisah hidup dan bentuk kepemimpinan yang menarik. Beliau
adalah KH. Abdur Rozak Fachruddin atau lebih dikenal dengan panggilan pak AR.
Fachruddin. Pak AR ini memegang rekor paling lama sebagai ketua umum Pimpinan
Pusat Muhmmadiyah selama 22 tahun. Melihat sosok Pak AR, akan didapatkan sebuah cermin, bahwa
seorang pemimpin perlu menghayati bagaimana kehidupan ummat secara riil.
Bagaimana derita dan nestapa ummat di tingkat bawah, bagaimana pahit
getir berdakwah dan menggerakkan organisasi di tingkat Ranting yang jauh dari
kota, yang serba kekurangan prasarana dan sarana. Susah payah,
kesulitan-kesulitan, dan suka duka yang dialami seorang pemimpin yang bekerja
di tingkat Ranting dan Cabang dapat memberi pengalaman yang berharga dan
menjadikan seorang pemimpin menjadi arif dalam mengambil kebijakan dalam
memimpin umat.
Pak AR adalah
ulama besar yang berwajah sejuk dan bersahaja. Kesejukannya sebagai pemimpin
ummat Islam bisa dirasakan oleh ummat beragama lain. Ketika menyambut kunjungan
pimpinan Vatikan, Paus Yohanes Paulus II di Yogyakarta, sebenarnya Pak AR
menyampaikan kritikan kepada umat Katholik, tetapi kritik itu disampaikannya
secara halus dan sejuk berupa sebuah surat terbuka. Dalam surat itu, Pak AR
mengungkapkan bahwa sebagian besar rakyat Indonesia adalah muslim. Namun, ada
hal yang terasa mengganjal bagi umat Islam Indonesia, bahwa umat Katholik
banyak menggunakan kesempatan untuk mempengaruhi ummat Islam yang masih
menderita dan miskin agar mau masuk ke agama Katolik. Mereka diberi uang, dicukupi
kebutuhannya, dibangunkan rumah-rumah sederhana, dipinjami uang untuk modal
dagang, tetapi dengan ajakan agar menjadi umat kristen. Umat Islam dibujuk dan
dirayu untuk pindah agama. Dalam tulisannya kepada Paus Yohanes Paulus II itu,
Pak AR menyatakan bahwa agama harus disebarluaskan dengan cara-cara yang
perwira dan sportif. Kritik ini diterima dengan lapang dada oleh ummat lain
karena disampaikan dengan lembut dan sejuk dalam bahasa Jawa halus, serta
dijiwai semangat toleransi yang tinggi.
Orang mengatakan bahwa Pak AR
adalah penyejuk. Orang selalu mengatakan bahwa kelebihan Pak AR adalah
kesejukan dalam menyampaikan dakwah. Gaya kepemimpinan Pak AR yang terasa
adalah kesejukan. Semasa
hidupnya Pak AR memberi contoh hidup welas asih dalam ber-Muhammadiyah. Sikap
hidup beliau yang teduh, sejuk, ramah, menyapa siapa saja, sering humor, dan
bersahaja, adalah pantulan dari mutiara terpendam dalam nuraninya. Pak AR
adalah penyebar rasa kasih sayang dalam kehidupan ber-Muhammadiyah, baik dengan
sesama Muslim, bahkan juga non Muslim dalam persaudaraan kemanusiaan yang
luhur. Beliau tidak pernah menyebarkan sikap dan suasana saling membenci,
curiga, iri hati, saling ingin menapikan, apalagi suka menebar aib sesama dalam
kehidupan ber-Muhammadiyah.
Selain dikenal sebagai seorang mubaligh yang sejuk, ia juga
dikenal sebagai penulis yang produktif. Karya tulisnya banyak dibukukan untuk
dijadikan pedoman. Di antara karya-karyanya ialah Naskah Kesyukuran; Naskah
Enthengan, Serat Kawruh Islam Kawedar; Upaya Mewujudkan Muhammadiyah
sebagai Gerakan Amal; Pemikiran dan Dakwah Islam; Syahadatain Kawedar;
Tanya Jawab Entheng-Enthengan; Muhammadiyah adalah Organisasi Dakwah
Islamiyah; Al-Islam Bagian Pertama; Menuju Muhammadiyah; Sekaten dan Tuntunan
Sholat Basa Jawi; Kembali kepada Al-Qur‘an dan Hadis; Chutbah Nikah dan
Terjemahannya; Pilihlah Pimpinan Muhammadiyah yang Tepat; Soal-Jawab Entheng-enthengan;
Sarono Entheng-enthengan Pancasila; Ruh Muhammadiyah; dan lain-lain.
Ulama kharismatik ini tidak bersedia dipilih kembali menjadi Ketua Pimpinan
Pusat Muhammadiyah pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 tahun 1990 di Yogyakarta,
walaupun masih banyak Muktamirin yang mengharapkannya. Ia berharap ada alih
generasi yang sehat dalam Muhammadiyah. Setalah tidak menjabat sebagai Ketua PP
Muhammadiyah, dan menjabat sebagai Penasehat PP Muhammadiyah, Pak AR masih
aktif melaksanakan kegiatan tabligh ke berbagai tempat. Hingga akhirnya, penyakit
vertigo memaksanya harus beristirahat, sesekali di rumah sakit. Namun, dalam
keadaan demikian, sepertinya beliau tidak mau berhenti. Pak AR wafat pada
17 Maret 1995 di Rumah Sakit Islam Jakarta pada usia 79 tahun.[5]
3.
Amal Usaha Muhammadiyah
Data Amal Usaha Muhammadiyah
4.
Organisasi
Otonom Muhammadiyah
Organisasi Otonom Muhammadiyah ialah
organisasi atau badan yang dibentuk oleh Persyarikatan Muhammadiyah yang dengan
bimbingan dan pengawasan, diberi hak dan kewajiban untuk mengatur rumah tangga
sendiri, membina warga Persyarikatan Muhammadiyah tertentu dan dalam bidang-bidang
tertentu pula dalam rangka mencapai maksud dan tujuan Persyarikatan
Muhammadiyah. Organisasi
Otonom (Ortom) Muhammadiyah sebagai badan yang mempunyai otonomi dalam mengatur
rumah tangga sendiri mempunyai jaringan struktur sebagaimana halnya dengan
Muhammadiyah, mulai dari tingka pusat, tingkat propinsi, tingkat kabupaten,
tingkat kecamatan, tingkat desa, dan kelompok-kelompok atau jama’ah – jama’ah.[7]
a.
Aisyiyah
Aisyiyah
diambil dari nama istri Nabi Muhammad SAW yaitu Siti Aisyah Binti Abu Bakar As
Siddiq. Aisyiyah merupakan ortom yang beranggotakan dari kalangan khusus
ibu-ibu dan didirikan di Yogyakarta pada 27 Rajab 1326 H atau bertepatan dengan
19 mei 1917.
b.
NA
(Nasyiatul Aisyiyah)
Nasyiatul
Aisyiyah merupakan organisasi remaja putri yang dipersiapkan untuk menggantikan
peranan dan kedudukan ibu-ibu aisyiyah. Dan berdiri pada tanggal 28 Dzulhijjah
1939 H bertepatan pada tanggal 23 Mei 1931 M.
c.
Pemuda
Muhammadiyah
Pemuda
Muhammadiyah merupakan organisasi yang beranggotakan pemuda. Organisasi ini
mendeklarasikan berdirinya pada muktamar XXI tanggal 2 Mei 1932 M di Makassar.
Tujuannya adalah membina dan menggerakkan potensi pemuda islam dalam rangka
mencapai tujuan Muhammadiyah.
d.
Ikatan
Pelajar Muhammadiyah (IPM)
IPM
berdiri pada 5 Shafar 1381 atau bertepatan dengan 18 Juli 1961. IPM merupakan
organisasi otonom paling awal yang dikenalkan karena IPM beranggotakan khusus dikalangan remaja dan
pelajar. Nama IPM pernah berubah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah pada masa
orde baru dan kembali lagi menjadi IPM pada tanggal 28 oktober 2008.
e.
Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
Organisasi
ini berdiri pada tanggal 29 Syawal 1384 H bertepatan dengan 14 Maret 1964 M.
Ortom ini merupakan mahasiswa islam yang bergerak di bidang keagamaan,
kemasyarakatan dan kemasyarakatan. Tujuan IMM adalah mengusahakan terbentuknya
akademisi islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan muhammadiyah.
f.
Tapak
Suci (TS) Putra Muhammadiyah
Tapak
suci merupakan organisasi yang bergerak di bidang seni bela diri
sebagai
sarana dakwah amar makruf nahi mungkar dalam rangka mencapai tujuan
Muhammadiyah. Tapak suci berdiri pada 10 Rabiul Awal 1383 H bertepatan pada
tanggal 31 Juli 1963 M.
g.
Hizbul
Wathan (HW)
HW merupakan gerakan kepanduan dalam lingkungan
muhammadiyah yang bertujuan untuk menyiapkan dan membina anak, remaja dan
pemuda menjadi muslim yang sebenar-benarnya dan siap menjadi kader
persyarikatan, umat dan bangsa. Berdiri pada tahun 1918 M di Yogyakarta.[8]
5.
Struktur Muhammadiyah
a. Pimpinan
Pusat Muhammadiyah
Pimpinan
Pusat Muhammadiyah adalah jenjang struktur Muhammadiyah tertinggi. Dalam level
yang paling tinggi dari seluruh level Pimpinan Muhammadiyah, Pimpinan Pusat
Muhammadiyah mempunyai fungsi koordinatif dari seluruh Pimpinan Muhammadiyah
yang ada di Indonesia, sekaligus juga mengkoordinasikan gerakan dakwah
Islamiyah di seluruh wilayah Indonesia melalui berbagai bentuk aktivitas
dakwah, seperti aktivitas keagamaan, pendidikan, kesejahteraan sosial,
kesehatan, dan sebagainya.
Masa
jabatan Pimpinan Pusat Muhammadiyah adalah lima tahun. Proses kaderisasi dalam
Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga dilakukan secara intensif melalui
organisasi-organisasi otonom Muhammadiyah di level pusat yang mempunyai bagian
– bagian tersendiri. Pengambilan
keputusan di Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga dilaksanakan secara demokratis
dalam bentuk permusyawaratan. Permusyawaratan tertinggi ialah Muktamar
Muhammadiyah yang berfungsi untuk memilih pengurus dalam Pimpinan Pusat
Muhammadiyah, strategi dan program dakwah Muhammadiyah, mengevaluasi gerakan
dakwah pada periode kepengurusan sebelumnya, dan lain-lain yang penting untuk
diputuskan dalam permusyawaratan tersebut. Muktamar Muhammadiyah melibatkan
seluruh Pimpinan Daerah dan Wilayah Muhammadiyah di wilayah kabupaten tersebut.
b.
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah adalah jenjang struktural Muhammadiyah setingkat propinsi. Dalam level yang lebih tinggi dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah mempunyai fungsi koordinatif bagi seluruh Pimpinan Muhammadiyah yang ada di wilayah propinsi tersebut, sekaligus juga mengkoordinasikan gerakan dakwah Islamiyah di seluruh wilayah propinsi tersebut melalui berbagai bentuk, seperti aktivitas keagamaan, pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan, dan sebagainya. Masa jabatan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah adalah lima tahun.
Proses
kaderisasi dalam Pimpinan Wilayah Muhammadiyah juga dilakukan secara intensif
melalui organisasi-organisasi otonom Muhammadiyah di level wilayah atau
propinsi yang mempunyai bagian – bagian
tersendiri. Pengambilan keputusan di Pimpinan Wilayah Muhammadiyah juga
dilaksanakan secara demokratis dalam bentuk permusyawaratan. Permusyawaratan
tertinggi ialah Musyawarah Wilayah Muhammadiyah yang berfungsi untuk memilih
pengurus dalam Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, strategi dan program dakwah
Muhammadiyah di wilayah kabupaten tersebut, mengevaluasi gerakan dakwah pada
periode kepengurusan sebelumnya, dan lain-lain yang penting untuk diputuskan
dalam permusyawaratan tersebut. Musyawarah Wilayah Muhammadiyah melibatkan
seluruh Pimpinan Daerah di wilayah propinsi tersebut.
c.
Pimpinan
Daerah Muhammadiyah
Pimpinan
Daerah Muhammadiyah adalah jenjang struktural Muhammadiyah setingkat kabupaten
(district). Dalam level yang lebih tinggi dari Pimpinan Cabang Muhammadiyah,
Pimpinan Daerah Muhammadiyah mempunyai fungsi koordinatif bagi seluruh Pimpinan
Muhammadiyah yang ada di wilayah kabupaten tersebut, sekaligus juga
mengkoordinasikan gerakan dakwah Islamiyah di seluruh wilayah Kabupaten
tersebut melalui berbagai bentuk, seperti aktivitas keagamaan, pendidikan,
kesejahteraan sosial, kesehatan, dan sebagainya. Masa jabatan Pimpinan Daerah
Muhammadiyah adalah lima tahun
Proses
kaderisasi dalam Pimpinan Daerah Muhammadiyah juga dilakukan secara intensif
melalui organisasi-organisasi otonom Muhammadiyah di level daerah yang
mempunyai bagian – bagian tersendiri.
Pengambilan keputusan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah juga dilaksanakan secara
demokratis dalam bentuk permusyawaratan. Permusyawaratan tertinggi ialah
Musyawarah Daerah Muhammadiyah yang berfungsi untuk memilih pengurus dalam
Pimpinan Daerah Muhammadiyah, strategi dan program dakwah Muhammadiyah di
wilayah kabupaten tersebut, mengevaluasi gerakan dakwah pada periode
kepengurusan sebelumnya, dan lain-lain yang penting untuk diputuskan dalam
permusyawaratan tersebut. Musyawarah Wilayah Muhammadiyah melibatkan seluruh
Pimpinan Cabang dan Ranting Muhammadiyah di wilayah kabupaten tersebut
d.
Pimpinan
Cabang Muhammadiyah
Pimpinan
Cabang Muhammadiyah adalah jenjang struktural Muhammadiyah setingkat kecamatan
(sub-district). Dalam level yang lebih tinggi dari Pimpinan Ranting
Muhammadiyah, Pimpinan Cabang Muhammadiyah mempunyai fungsi koordinatif bagi
seluruh Pimpinan Muhammadiyah yang ada di wilayah kecamatan tersebut, sekaligus
juga mengkoordinasikan gerakan dakwah Islamiyah di seluruh wilayah kecamatan
tersebut melalui berbagai bentuk, seperti aktivitas keagamaan, pendidikan,
kesejahteraan sosial, kesehatan, dan sebagainya.
Masa jabatan Pimpinan Cabang Muhammadiyah adalah lima tahun. Proses kaderisasi dalam Pimpinan Cabang Muhammadiyah juga dilakukan secara intensif melalui organisasi-organisasi otonom Muhammadiyah di level cabang yang mempunyai bagian – bagian tersendiri.
Sebagaimana dalam level ranting, pengambilan keputusan di Pimpinan Cabang Muhammadiyah juga dilaksanakan secara demokratis dalam bentuk permusyawaratan. Permusyawaratan tertinggi ialah Musyawarah Cabang Muhammadiyah yang berfungsi untuk memilih pengurus dalam Pimpinan Cabang Muhammadiyah, strategi dan program dakwah Muhammadiyah di wilayah kecamatan tersebut, mengevaluasi gerakan dakwah pada periode kepengurusan sebelumnya, dan lain-lain yang penting untuk diputuskan dalam permusyawaratan tersebut. Musyawarah Cabang Muhammadiyah melibatkan seluruh Pimpinan Ranting Muhammadiyah di wilayah cabang atau kecamatan tersebut
Masa jabatan Pimpinan Cabang Muhammadiyah adalah lima tahun. Proses kaderisasi dalam Pimpinan Cabang Muhammadiyah juga dilakukan secara intensif melalui organisasi-organisasi otonom Muhammadiyah di level cabang yang mempunyai bagian – bagian tersendiri.
Sebagaimana dalam level ranting, pengambilan keputusan di Pimpinan Cabang Muhammadiyah juga dilaksanakan secara demokratis dalam bentuk permusyawaratan. Permusyawaratan tertinggi ialah Musyawarah Cabang Muhammadiyah yang berfungsi untuk memilih pengurus dalam Pimpinan Cabang Muhammadiyah, strategi dan program dakwah Muhammadiyah di wilayah kecamatan tersebut, mengevaluasi gerakan dakwah pada periode kepengurusan sebelumnya, dan lain-lain yang penting untuk diputuskan dalam permusyawaratan tersebut. Musyawarah Cabang Muhammadiyah melibatkan seluruh Pimpinan Ranting Muhammadiyah di wilayah cabang atau kecamatan tersebut
e.
Pimpinan
Ranting Muhammadiyah
Pimpinan Ranting Muhammadiyah adalah jenjang struktural
Muhammadiyah setingkat desa, dan merupakan ujung tombak bagi gerakan dakwah
Islamiyah yang dilaksanakan Muhammadiyah, karena Pimpinan Ranting Muhammadiyah
menjangkau dan berinteraksi secara langsung dengan warga Muhammadiyah. Sebagai ujung tombak dari
gerakan dakwah Islamiyah yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah, Pimpinan Ranting
Muhammadiyah adalah kekuatan paling nyata yang dimiliki Muhammadiyah, karena di
level inilah sebenarnya basis-basis gerakan Muhammadiyah bisa dilaksanakan
secara nyata.
Dalam
melaksanakan gerak dakwah Islamiyah, Pimpinan Ranting Muhammadiyah mempunyai
seperangkat pengurus yang berfungsi untuk melaksanakan program-program
Muhammadiyah di tingkat ranting atau desa. Masa jabatan Pimpinan Ranting
Muhammadiyah adalah lima tahun. Di samping itu, untuk proses kaderisasi,
Pimpinan Ranting Muhammadiyah juga melakukan pembinaan dan kaderisasi melaui
organisasi-organisasi otonom Muhammadiyah di level ranting yang mempunyai
bagian – bagian tersendiri.
Pengambilan keputusan di Pimpinan Ranting
Muhammadiyah dilaksanakan secara demokratis dalam bentuk permusyawaratan.
Permusyawaratan tertinggi ialah Musyawarah Ranting Muhammadiyah yang berfungsi
untuk memilih pengurus dalam Pimpinan Ranting Muhammadiyah, program dakwah
Muhammadiyah, mengevaluasi gerakan dakwah pada periode kepengurusan sebelumnya,
dan lain-lain yang penting untuk diputuskan dalam permusyawaratan tersebut.
Musyawarah Ranting Muhammadiyah melibatkan seluruh warga Muhammadiyah di
ranting atau desa tersebut.[9]
6.
Muhammadiyah Sebagai Pembeda
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid atau pembaruan memiliki karakter
pada pemurnian ajaran Islam dan pengembangan. Muhammadiyah memadukan kedua hal
tersebut dalam gerakannya sehingga menampilkan Islam yang berkemajuan secara
mendasar dan meluas, sehingga menunjukkan keseimbangan.[10]
Kepemimpinan dalam Muhammadiyah memiliki tipikal khusus, yaitu
mengembangkan kepemimpinan kolektif-kolegial. Kepemimpinan yang demikian
bercorak sistem, artinya berada dalam aturan organisasi dan tidak bertumpu pada
kepemimpinan personal atau figur. Corak kepemimpinan yang kolektif-kolegial dan
bertumpu pada sistem inilah yang menjadikan Muhammadiyah menjelma menjadi
organisasi Islam yang besar dan mampu bertahan usia satu abad.
Sejarah mencatat, figur pemimpin Muhammadiyah sejak Kiai Haji Ahmad Dahlan
dan generasi penerusnya datang dan pergi sesuai sunnatullah. Namun Muhammadiyah
sebagai gerakan Islam yang berjalan secara organisasi terus tumbuh, mekar, dan
berkembang hingga saat ini dan insyaAllah akan terus bertahan sampai ke depan
yang jauh. Plus minus kepemimpinan Muhammadiyah yang demikian harus terus
dipertahankan disertai peningkatan kualitas personal, fungsi, dan peranannya
dalam membawa gerakan Islam pembaharu ini ke arah yang semakin maju.
Model kepemimpinan kolektif-kolegial dalam Muhammadiyah merupakan bentuk
ijtihad para pendiri dan penerus Muhammadiyah. Ijtihad kepemimpinan tersebut
dibangun atas pandangan untuk tidak mengembangkan model kepemimpinan bertumpu
pada kekuatan figur dalam gaya imamah. Model kepemimpinan kolektif-kolegial
tersebut tampaknya sejalan dengan pandangan modern yang lebih mengedepankan
sistem ketimbang personalitas. Sehingga corak kepemimpinan bersifat kelembagaan
melalui organisasi yang modern.
Dengan kepemimpinan kolegial membuat Muhammadiyah menjadi solid secara
organisasi sehingga benar-benar menjadi lembaga yang kuat. Keputusan memang
mengalami proses yang relatif lambat, tetapi hasilnya bersifat kesepakatan dan
optimal, sehingga relatif mampu menampung masalah dan tuntutan secara luas.
Kepemimpinan kolektif-kolegial juga bersifat bebas, sehingga tidak terjadi
kekuasaan yang tertumpu pada satu pihak pada puncak kepemimpinan atau figur,
sehingga terjadi proses dan corak yang lebih bersifat sama atau sederajat.
Dalam alam pikiran dan kondisi masyarakat yang semakin modern maka model
kepemimpinan yang demikian lebih cocok dan lebih sesuai.[11]
IKATAN
PELAJAR MUHAMMADIYAH (IPM)
1.
Sejarah
Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) berdiri Pada tanggal 18 Juli
tahun 1961.
Latar belakang berdirinya IPM tidak terlepas kaitannya dengan latar belakang
berdirinya Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam amar
ma'ruf nahi mungkar yang ingin melakukan pemurnian terhadap pengamalan ajaran
Islam, sekaligus sebagai salah satu konsekuensi dari banyaknya sekolah yang
merupakan amal usaha Muhammadiyah untuk membina dan mendidik kader. Oleh karena
itulah dirasakan perlu hadirnya Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai organisasi
para pelajar yang terpanggil kepada misi Muhammadiyah dan ingin tampil sebagai
pelopor, pelangsung penyempurna perjuangan Muhammadiyah.
Jika dilacak jauh ke belakang, sebenarnya upaya para
pelajar Muhammadiyah untuk mendirikan organisasi pelajar Muhammadiyah sudah
dimulai jauh sebelum Ikatan Pelajar Muhammadiyah berdiri pada tahun 1961. Pada tahun 1919 didirikan Siswo
Projo yang merupakan organisasi persatuan pelajar Muhammadiyah di Madrasah
Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada tahun 1926, di Malang dan Surakarta
berdiri GKPM (Gabungan Keluarga Pelajar Muhammadiyah). Selanjutnya pada tahun
1933 berdiri Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan yang di dalamnya berkumpul
pelajar-pelajar Muhammadiyah.
Dengan kegigihan dan kemantapan para aktifis pelajar
Muhammadiyah pada waktu itu untuk membentuk organisasi kader Muhammadiyah di
kalangan pelajar akhirnya mulai mendapat titik-titik terang dan mulai
menunjukan keberhasilanya, yaitu ketika pada tahun 1958 Konferensi Pemuda
Muhammadiyah Daerah di Garut berusaha melindungi aktivitas para pelajar
Muhammadiyah di bawah pengawasan Pemuda Muhammadiyah. Mulai saat itulah upaya
pendirian organisasi pelajar Muhammadiyah dilakukan dengan serius, intensif,
dan sistematis.
Dengan keputusan konferensi Pemuda Muhammadiyah di Garut
tersebut akhirnya diperkuat pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke II yang
berlangsung pada tanggal 24-28 Juli 1960 di Yogyakarta, yaitu dengan memutuskan
untuk membentuk Ikatan Pelajar Muhammadiyah (Keputusan II/No. 4). Rencana pendirian IPM tersebut
dimatangkan lagi dalam Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Surakarta tanggal
18-20 Juli 1961, dan secara nasional melalui forum tersebut IPM dapat berdiri.
Tanggal 18 Juli 1961 ditetapkan sebagai hari kelahiran Ikatan Pelajar
Muhammadiyah. Ddengan kantor pusat berada di dua wilayah yaitu,di Jakarta : Jl. Menteng Raya 62 Jakarta
Pusat 10340 dan Yogyakarta : Jl. KH. Ahmad Dahlan 103 Yogyakarta 55262.
Perkembangan IPM akhirnya bisa memperluas jaringan
sehingga bisa menjangkau seluruh sekolah-sekolah Muhammadiyah yang ada di
Indonesia. Pimpinan
IPM (tingkat ranting) didirikan di setiap sekolah Muhammadiyah. Berdirinya Pimpinan
IPM di sekolah-sekolah Muhammadiyah ini akhirnya menimbulkan kontradiksi dengan
kebijakan pemerintah Orde Baru dalam UU Keormasan, bahwa satu-satunya
organisasi siswa di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia hanyalah Organisasi
Siswa Intra-Sekolah (OSIS). Sementara di sekolah-sekolah Muhammadiyah juga
terdapat organisasi pelajar Muhammadiyah, yaitu IPM. Dengan demikian, ada
dualisme organisasi pelajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Dalam
situasi kontra-produktif tersebut, akhirnya Pimpinan Pusat IPM membentuk team
eksistensi yang bertugas secara khusus menyelesaikan permasalahan ini. Setelah
dilakukan pengkajian yang intensif, team eksistensi ini merekomendasikan
perubahan nama dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah ke Ikatan Remaja Muhammadiyah. Perubahan ini
bisa jadi merupakan sebuah peristiwa yang tragis dalam sejarah organisasi,
karena perubahannya mengandung unsur-unsur kooptasi dari pemerintah. Bahkan ada
yang menganggap bahwa IPM tidak memiliki jiwa heroisme sebagai-mana yang
dimiliki oleh PII yang tetap tidak mau mengakui Pancasila sebagai satu-satunya
asas organisasinya.
Perubahan
nama dari IPM ke IRM sebenarnya semakin memperluas jaringan dan jangkauan
organisasi ini yang tidak hanya menjangkau pelajar, tetapi juga basis remaja
yang lain, seperti santri, anak jalanan, dan lain-lain. Secara resmi perubahan
IPM menjadi IRM adalah sejak tanggal 18 November 1992. Nama IRM kembali berubah
menjadi IPM pada 28 Oktober 2008 di Muktamar IRM ke 16 di Solo.[12]
2. Perbedaan
IPM dan OSIS
IPM
|
OSIS
|
1.
Strukturnya
:
PP IPM
PW IPM
PD IPM
PC IPM
PR IPM
2.
Tidak
hanya sebatas organisasi saja, akan tetapi juga merupakan gerakan dakwah,
amar ma’ruf nahi munkar.
3.
Selain
pelajar, remaja non sekolah juga bisa masuk.
4.
Memperjuangkan
eksistensi gerakan.
|
1.
Strukturnya
tidak dari PP, PW, PD, PC nya akan tetapi langsung koordinasi dari sekolah
dan kota/kabupaten.
2.
Hanya
sebatas organisasi dan sedikit gerakan dakwahnya.
3.
Hanya
pelajar sekolah saja yang bisa masuk.
4.
Tidak
ada untuk memperjuangkan eksistensi gerakan dan hanya intern sekolah saja.
|
3.
Penghargaan
IPM dalam
event Asean Youth Day Summit, menerima penghargaan ASEAN TAYO (Ten
Accomplished Youth Organisations) pada tahun 2012. Penganugrahan OKP terbaik se
ASEAN ini merupakan yang kedua setelah tahun 2006 IPM pernah menyabetnya yang
digelar di Philipina. Bahkan Kementerian Pemuda dan Olahraga menobatkan Ikatan
Pelajar Muhammadiyah (IPM) sebagai organisasi kepemudaan (OKP) kategori
organisasi pelajar juara 1 terbaik nasional tahun 2013 lalu. IPM berhasil
mengungguli organisasi Pelajar lainnya yang telah mengikuti proses penilaian.[14]
4.
Jaringan Struktural Ipm
Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan tingkat
Ranting. Pimpinan Pusat adalah kesatuan wilayah-wilayah dalam ruang lingkup
nasional. Pimpinan Wilayah adalah kesatuan daerah-daerah dalam tingkat
propinsi. Pimpinan Daerah adalah kesatuan cabang-cabang dalam tingkat
kabupaten/kota. Sedangkan Pimpinan Cabang adatah kesatuan ranting-ranting dalam
satu kecamatan. Pimpinan Ranting adalah kesatuan anggota-anggota dalam satu
sekolah, desa/kelurahan atau tempat lainnya.
Saat ini, Ikatan Pelajar Muhammadiyah
telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia, dengan 32 Pimpinan Wilayah, 355
Pimpinan Daerah, dan sejumlah Pimpinan Cabang serta Pimpinan Ranting IPM di
semua sekolah Muhammadiyah tingkat SLTP dan SLTA.[15]
[1]
Berita Resmi Muhammadiyah:
Tanfidz Keputusan Muktamar Muahmmadiyah Ke 45 di Malang, (Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
2005), edisi khusus no. 01, hlm. 111
[2]
Madrasah Mu’allimin Mu’allimaat
Muhammadiyah Yogyakarta, Kemuhammadiyahan,hlm. 17-22
[4] http://www.muhammadiyah.or.id/,
diunduh pada tanggal 8/6/2015
[5] http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-165-det-kh-ar-fachdrudin.html,
diunduh pada tanggal 8/6/2015
[6]
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-8-det-amal-usaha.html,
diunduh pada 8 Juni 2015
[7]
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-48-det-organisasi-otonom.html
diunduh pada 9 Juni 2015
[9]
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-45-det-jaringan-muhammadiyah.html,
diunduh pada 8 Juni 2015
[10] Achmad Jainuri dkk, Muhammadiyah
dan Wahhabisme:Mengurai Titik Temu dan Titik Seteru, (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2012), cet. 1, hlm 28
[11]
Haedar Nasir, Kepemimpinan dalam
Muhammadiyah: Bagian 3 Sistem dan Tantangan, (Yogyakarta:Suara
Muhammadiyah, 1-12 Februari 2011), hlm. 12-13
[12]
Materi ke-IPM an FORTASI 2014, hlm. 21-23
[15]
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-88-det-ipm.html,
diunduh pada 9 Juni 2015
0 komentar:
Posting Komentar