Pages

Sabtu, 11 Juli 2015

Materi Kemuhammadiyahan

MUHAMMADIYAH
1.    Sejarah
Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 Miladiyah di Yogyakarta.[1]
Latar belakang berdirinya Muhammadiyah di antaranya didorong oleh beberapa faktor,
a.       Pendalaman Kyai Ahmad Dahlan terhadap ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah terutama QS. Ali Imran ayat 104

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Adakanlah diantara kamu sekalian segolongan umat yang mengajak kepada Islam, memerintahkan kebajikan dan mencegah kemunkaran. Dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan”
Pada ayat tersebeut, KH. Ahmad Dahlan berpikir bahwa melalui ayat tersebut, Allah swt menyuruh umat-Nya untuk berdakwah dan menyebarkan kebaikan secara berkelompok atau organisasi. Karena keburukan yang terorganisir lebih baik daripada kebaikan yang tidak terorganisir.
b.      Ketidak murnian Islam, karena umat tidak lagi memegang teguh tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Banyak sekali taklid, bid’ah, khurafat, syirik yang merusak kemurnian aqidah. Pada praktek ibadahpun, terdapat banyak sekali bentuk-bentuk budaya yang muali bercampur menjadi satu dengan ritual ibadah Islam, sehingga layaknya seperti tuntunan Nabi Muhammad SAW. Contohnya  adalah kegiatan-kegiatan kematian, mencari jodoh dan lain sebagainya penuh diwarnai dengan kebiasaan-kebiasaan yang bersifat bid’ah  dan khurafat. Umat Islam pada saat itu juga tergolong umat yang terbelakang, mereka memeluk agama Islam bukan karena keyakinan hidupnya, tetapi karena keprcayaan hidup yang diwarisi dari nenek moyang. Islam warisan itupun sudah bercampur dengan ajaran-ajaran animisme, Hindu, Budha, dan lain sebagainya.

Taklid adalah sikap ikut-ikutan dalam ibadah tanpa mengetahui dasar perintahnya.
Bid’ah adalah menambah-nambahi dalam masalah agama atau ibadah.
Khurafat adalah takhayul yang merusak kemurnian Islam.

c.       Munculnya bahaya yang mengancam kehidupan agama Islam berhubungan dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin lama semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat. Bentuk kegiatan yang dilancarkan oleh misi dan zending adalah berupa mendirikan rumah sakit, sekolah dan gereja d tengah-tengah perkampungan kaum muslimin. Cara-cara demikian dilakukan agar penduduk setempat secara sadar atau tidak  tertarik dengan kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh orang Kristen. Para pastur pun ikut andil dalam penyebaran misi agamanya. Pastur ini turun ke masyarakat dengan mengenakan jubah putih khas pastur, dengan harapan penduduk setempat yang beragama Islam mulai terbiasa dengan pakaian para pastur tersebut, sehingga mudahlah bagi orang-orang Kristen untuk berkenalan dan memberi pengaruh-pengaruhnya.

d.      Islam pada saat itu adalah agama yang tidak disukai dan Islam mendapatkan label sebagai agama yang kolot dan tidak up to date oleh kalangan intelektual. Sikap yang muncul dari ketidak sukaan itu sangat merugikan umat Islam, terutama bagi para pelajar Islam, mereka mendapatkan perlakuan yang kurang baik seperti tidak mempedulikan dan menjauhi para pelajar muslim. orang-orang berpikir bahwa yang terpenting dalam memajukan suatu peradaban adalah ilmu dan teknologi yang dimiliki oleh orang Barat. Oleh sebab itulah KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang dengan faham keagamaan yang segar, faham yang mampu mempertemukan syari’at agama dengan perubahan zaman sebagai bentuk penolakan atas pandangan dan sikap para intelektual.[2]
Maksud dan tujuan dari didirikannya Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.[3]
2.    Tokoh-tokoh Muhammadiyah
                Muhammadiyah telah berdiri selama 103 tahun. Fakta ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah mampu bertahan terhadap goncangan dan kritik masyarakat akan dirinya. Dibalik majunya organisasi  Islam ini, pasti ada tokoh-tokoh yang mampu menggerakkan Muhammadiyah hingga sebegitu hebatnya. Berikut tokoh-tokoh Muhammadiyah,
KH. Ahmad Dahlan                                                   (ketua 1912-1922)
KH. Ibrahim                                                                  (ketua 1923-1933)
KH. Hisyam                                                                   (ketua 1934-1936)
KH. Mas Mansyur                                                      (ketua 1937-1941)
Ki Bagus Hadikusuma                                               (ketua 1944-1953)
Buya H. Ahmad Rasyid Sutan Mansur               (ketua 1956-1959)
KH. Muhammad Yunus Anis                                  (ketua 1959-1962)
KH. Ahmad Badawi                                                   (ketua 1962-1965)
KH. Faqih Usman                                                       (ketua 1968-1971)
KH. Abdur Rozak Fachruddin                                                (ketua 1971-1985)
KH. Ahmad Azhar Basyir, MA                                                (ketua 1990-1995)
Prof. Dr. H. Amien Rais                                                            (ketua 1995-1998)
Prof. Dr. Ahmad Syafi’i Ma’arif                                            (tahun 1998-2005)
Prof. Dr. Muhammad Sirajuddinn Syamsuddin, MA (ketua 2005-2015)[4]
Berbicara soal tokoh Muhammadiyah, berikut ini ada seorang tokoh yang memiliki profil, kisah hidup dan bentuk kepemimpinan yang menarik. Beliau adalah KH. Abdur Rozak Fachruddin atau lebih dikenal dengan panggilan pak AR. Fachruddin. Pak AR ini memegang rekor paling lama sebagai ketua umum Pimpinan Pusat Muhmmadiyah selama 22 tahun. Melihat sosok Pak AR, akan didapatkan sebuah cermin, bahwa seorang pemimpin perlu menghayati bagaimana kehidupan ummat secara riil. Bagaimana derita dan nestapa ummat di tingkat bawah, bagaimana pahit getir berdakwah dan menggerakkan organisasi di tingkat Ranting yang jauh dari kota, yang serba kekurangan prasarana dan sarana. Susah payah, kesulitan-kesulitan, dan suka duka yang dialami seorang pemimpin yang bekerja di tingkat Ranting dan Cabang dapat memberi pengalaman yang berharga dan menjadikan seorang pemimpin menjadi arif dalam mengambil kebijakan dalam memimpin umat.
Pak AR adalah ulama besar yang berwajah sejuk dan bersahaja. Kesejukannya sebagai pemimpin ummat Islam bisa dirasakan oleh ummat beragama lain. Ketika menyambut kunjungan pimpinan Vatikan, Paus Yohanes Paulus II di Yogyakarta, sebenarnya Pak AR menyampaikan kritikan kepada umat Katholik, tetapi kritik itu disampaikannya secara halus dan sejuk berupa sebuah surat terbuka. Dalam surat itu, Pak AR mengungkapkan bahwa sebagian besar rakyat Indonesia adalah muslim. Namun, ada hal yang terasa mengganjal bagi umat Islam Indonesia, bahwa umat Katholik banyak menggunakan kesempatan untuk mempengaruhi ummat Islam yang masih menderita dan miskin agar mau masuk ke agama Katolik. Mereka diberi uang, dicukupi kebutuhannya, dibangunkan rumah-rumah sederhana, dipinjami uang untuk modal dagang, tetapi dengan ajakan agar menjadi umat kristen. Umat Islam dibujuk dan dirayu untuk pindah agama. Dalam tulisannya kepada Paus Yohanes Paulus II itu, Pak AR menyatakan bahwa agama harus disebarluaskan dengan cara-cara yang perwira dan sportif. Kritik ini diterima dengan lapang dada oleh ummat lain karena disampaikan dengan lembut dan sejuk dalam bahasa Jawa halus, serta dijiwai semangat toleransi yang tinggi.
Orang mengatakan bahwa Pak AR adalah penyejuk. Orang selalu mengatakan bahwa kelebihan Pak AR adalah kesejukan dalam menyampaikan dakwah. Gaya kepemimpinan Pak AR yang terasa adalah kesejukan. Semasa hidupnya Pak AR memberi contoh hidup welas asih dalam ber-Muhammadiyah. Sikap hidup beliau yang teduh, sejuk, ramah, menyapa siapa saja, sering humor, dan bersahaja, adalah pantulan dari mutiara terpendam dalam nuraninya. Pak AR adalah penyebar rasa kasih sayang dalam kehidupan ber-Muhammadiyah, baik dengan sesama Muslim, bahkan juga non Muslim dalam persaudaraan kemanusiaan yang luhur. Beliau tidak pernah menyebarkan sikap dan suasana saling membenci, curiga, iri hati, saling ingin menapikan, apalagi suka menebar aib sesama dalam kehidupan ber-Muhammadiyah.

          Selain dikenal sebagai seorang mubaligh yang sejuk, ia juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Karya tulisnya banyak dibukukan untuk dijadikan pedoman. Di antara karya-karyanya ialah Naskah Kesyukuran; Naskah Enthengan, Serat Kawruh Islam Kawedar; Upaya Mewujudkan Muhammadiyah sebagai Gerakan Amal; Pemikiran dan Dakwah Islam; Syahadatain Kawedar; Tanya Jawab Entheng-Enthengan; Muhammadiyah adalah Organisasi Dakwah Islamiyah; Al-Islam Bagian Pertama; Menuju Muhammadiyah; Sekaten dan Tuntunan Sholat Basa Jawi; Kembali kepada Al-Qur‘an dan Hadis; Chutbah Nikah dan Terjemahannya; Pilihlah Pimpinan Muhammadiyah yang Tepat; Soal-Jawab Entheng-enthengan; Sarono Entheng-enthengan Pancasila; Ruh Muhammadiyah; dan lain-lain.
Ulama kharismatik ini tidak bersedia dipilih kembali menjadi Ketua Pimpinan Pusat Muham­madiyah pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 tahun 1990 di Yogyakarta, walaupun masih banyak Muktamirin yang mengharapkannya. Ia berharap ada alih generasi yang sehat dalam Muhammadiyah. Setalah tidak menjabat sebagai Ketua PP Muhammadiyah, dan menjabat sebagai Penasehat PP Muhammadiyah, Pak AR masih aktif melaksanakan kegiatan tabligh ke berbagai tempat. Hingga akhirnya, penyakit vertigo memaksanya harus beristirahat, sesekali di rumah sakit. Namun, dalam keadaan demikian, sepertinya beliau tidak mau berhenti. Pak AR wafat pada 17 Maret 1995 di Rumah Sakit Islam Jakarta pada usia 79 tahun.[5]

3.    Amal Usaha Muhammadiyah
Data Amal Usaha Muhammadiyah


4.    Organisasi Otonom Muhammadiyah
Organisasi Otonom Muhammadiyah ialah organisasi atau badan yang dibentuk oleh Persyarikatan Muhammadiyah yang dengan bimbingan dan pengawasan, diberi hak dan kewajiban untuk mengatur rumah tangga sendiri, membina warga Persyarikatan Muhammadiyah tertentu dan dalam bidang-bidang tertentu pula dalam rangka mencapai maksud dan tujuan Persyarikatan Muhammadiyah. Organisasi Otonom (Ortom) Muhammadiyah sebagai badan yang mempunyai otonomi dalam mengatur rumah tangga sendiri mempunyai jaringan struktur sebagaimana halnya dengan Muhammadiyah, mulai dari tingka pusat, tingkat propinsi, tingkat kabupaten, tingkat kecamatan, tingkat desa, dan kelompok-kelompok atau jama’ah – jama’ah.[7]
a.    Aisyiyah
Aisyiyah diambil dari nama istri Nabi Muhammad SAW yaitu Siti Aisyah Binti Abu Bakar As Siddiq. Aisyiyah merupakan ortom yang beranggotakan dari kalangan khusus ibu-ibu dan didirikan di Yogyakarta pada 27 Rajab 1326 H atau bertepatan dengan 19 mei 1917.
b.    NA (Nasyiatul Aisyiyah)
Nasyiatul Aisyiyah merupakan organisasi remaja putri yang dipersiapkan untuk menggantikan peranan dan kedudukan ibu-ibu aisyiyah. Dan berdiri pada tanggal 28 Dzulhijjah 1939 H bertepatan pada tanggal 23 Mei 1931 M.
c.     Pemuda Muhammadiyah
Pemuda Muhammadiyah merupakan organisasi yang beranggotakan pemuda. Organisasi ini mendeklarasikan berdirinya pada muktamar XXI tanggal 2 Mei 1932 M di Makassar. Tujuannya adalah membina dan menggerakkan potensi pemuda islam dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.
d.    Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM)
IPM berdiri pada 5 Shafar 1381 atau bertepatan dengan 18 Juli 1961. IPM merupakan organisasi otonom paling awal yang dikenalkan karena IPM  beranggotakan khusus dikalangan remaja dan pelajar. Nama IPM pernah berubah menjadi Ikatan Remaja Muhammadiyah pada masa orde baru dan kembali lagi menjadi IPM pada tanggal 28 oktober 2008.
e.    Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
Organisasi ini berdiri pada tanggal 29 Syawal 1384 H bertepatan dengan 14 Maret 1964 M. Ortom ini merupakan mahasiswa islam yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan dan kemasyarakatan. Tujuan IMM adalah mengusahakan terbentuknya akademisi islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan muhammadiyah.
f.     Tapak Suci (TS) Putra Muhammadiyah
Tapak suci merupakan organisasi yang bergerak di bidang seni bela diri
sebagai sarana dakwah amar makruf nahi mungkar dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Tapak suci berdiri pada 10 Rabiul Awal 1383 H bertepatan pada tanggal 31 Juli 1963 M.
g.    Hizbul Wathan (HW)
HW merupakan gerakan kepanduan dalam lingkungan muhammadiyah yang bertujuan untuk menyiapkan dan membina anak, remaja dan pemuda menjadi muslim yang sebenar-benarnya dan siap menjadi kader persyarikatan, umat dan bangsa. Berdiri pada tahun 1918 M di Yogyakarta.[8]

5.    Struktur Muhammadiyah
Bevel: PIMPINAN PUSAT
Wave: Muktamar
Bevel: PIMPINAN WILAYAH
Wave: Musywil
Wave: Musyda
Bevel: PIMPINAN DAERAH
Bevel: PIMPINAN CABANG
Wave: Musycab
Wave: Musyran
Bevel: PIMPINAN RANTING
 






















a.    Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Pimpinan Pusat Muhammadiyah adalah jenjang struktur Muhammadiyah tertinggi. Dalam level yang paling tinggi dari seluruh level Pimpinan Muhammadiyah, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mempunyai fungsi koordinatif dari seluruh Pimpinan Muhammadiyah yang ada di Indonesia, sekaligus juga mengkoordinasikan gerakan dakwah Islamiyah di seluruh wilayah Indonesia melalui berbagai bentuk aktivitas dakwah, seperti aktivitas keagamaan, pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan, dan sebagainya.
Masa jabatan Pimpinan Pusat Muhammadiyah adalah lima tahun. Proses kaderisasi dalam Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga dilakukan secara intensif melalui organisasi-organisasi otonom Muhammadiyah di level pusat yang mempunyai bagian – bagian  tersendiri. Pengambilan keputusan di Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga dilaksanakan secara demokratis dalam bentuk permusyawaratan. Permusyawaratan tertinggi ialah Muktamar Muhammadiyah yang berfungsi untuk memilih pengurus dalam Pimpinan Pusat Muhammadiyah, strategi dan program dakwah Muhammadiyah, mengevaluasi gerakan dakwah pada periode kepengurusan sebelumnya, dan lain-lain yang penting untuk diputuskan dalam permusyawaratan tersebut. Muktamar Muhammadiyah melibatkan seluruh Pimpinan Daerah dan Wilayah Muhammadiyah di wilayah kabupaten tersebut.
b.    Pimpinan Wilayah Muhammadiyah

                       Pimpinan Wilayah Muhammadiyah adalah jenjang struktural Muhammadiyah setingkat propinsi. Dalam level yang lebih tinggi dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah mempunyai fungsi koordinatif bagi seluruh Pimpinan Muhammadiyah yang ada di wilayah propinsi tersebut, sekaligus juga mengkoordinasikan gerakan dakwah Islamiyah di seluruh wilayah propinsi tersebut melalui berbagai bentuk, seperti aktivitas keagamaan, pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan, dan sebagainya. Masa jabatan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah adalah lima tahun.
Proses kaderisasi dalam Pimpinan Wilayah Muhammadiyah juga dilakukan secara intensif melalui organisasi-organisasi otonom Muhammadiyah di level wilayah atau propinsi yang mempunyai bagian – bagian  tersendiri. Pengambilan keputusan di Pimpinan Wilayah Muhammadiyah juga dilaksanakan secara demokratis dalam bentuk permusyawaratan. Permusyawaratan tertinggi ialah Musyawarah Wilayah Muhammadiyah yang berfungsi untuk memilih pengurus dalam Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, strategi dan program dakwah Muhammadiyah di wilayah kabupaten tersebut, mengevaluasi gerakan dakwah pada periode kepengurusan sebelumnya, dan lain-lain yang penting untuk diputuskan dalam permusyawaratan tersebut. Musyawarah Wilayah Muhammadiyah melibatkan seluruh Pimpinan Daerah di wilayah propinsi tersebut.

c.     Pimpinan Daerah Muhammadiyah

Pimpinan Daerah Muhammadiyah adalah jenjang struktural Muhammadiyah setingkat kabupaten (district). Dalam level yang lebih tinggi dari Pimpinan Cabang Muhammadiyah, Pimpinan Daerah Muhammadiyah mempunyai fungsi koordinatif bagi seluruh Pimpinan Muhammadiyah yang ada di wilayah kabupaten tersebut, sekaligus juga mengkoordinasikan gerakan dakwah Islamiyah di seluruh wilayah Kabupaten tersebut melalui berbagai bentuk, seperti aktivitas keagamaan, pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan, dan sebagainya. Masa jabatan Pimpinan Daerah Muhammadiyah adalah lima tahun

Proses kaderisasi dalam Pimpinan Daerah Muhammadiyah juga dilakukan secara intensif melalui organisasi-organisasi otonom Muhammadiyah di level daerah yang mempunyai bagian – bagian  tersendiri. Pengambilan keputusan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah juga dilaksanakan secara demokratis dalam bentuk permusyawaratan. Permusyawaratan tertinggi ialah Musyawarah Daerah Muhammadiyah yang berfungsi untuk memilih pengurus dalam Pimpinan Daerah Muhammadiyah, strategi dan program dakwah Muhammadiyah di wilayah kabupaten tersebut, mengevaluasi gerakan dakwah pada periode kepengurusan sebelumnya, dan lain-lain yang penting untuk diputuskan dalam permusyawaratan tersebut. Musyawarah Wilayah Muhammadiyah melibatkan seluruh Pimpinan Cabang dan Ranting Muhammadiyah di wilayah kabupaten tersebut


d.    Pimpinan Cabang Muhammadiyah
Pimpinan Cabang Muhammadiyah adalah jenjang struktural Muhammadiyah setingkat kecamatan (sub-district). Dalam level yang lebih tinggi dari Pimpinan Ranting Muhammadiyah, Pimpinan Cabang Muhammadiyah mempunyai fungsi koordinatif bagi seluruh Pimpinan Muhammadiyah yang ada di wilayah kecamatan tersebut, sekaligus juga mengkoordinasikan gerakan dakwah Islamiyah di seluruh wilayah kecamatan tersebut melalui berbagai bentuk, seperti aktivitas keagamaan, pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan, dan sebagainya.
Masa jabatan Pimpinan Cabang Muhammadiyah adalah lima tahun. Proses kaderisasi dalam Pimpinan Cabang Muhammadiyah juga dilakukan secara intensif melalui organisasi-organisasi otonom Muhammadiyah di level cabang yang mempunyai bagian – bagian  tersendiri.
                       Sebagaimana dalam level ranting, pengambilan keputusan di Pimpinan Cabang Muhammadiyah juga dilaksanakan secara demokratis dalam bentuk permusyawaratan. Permusyawaratan tertinggi ialah Musyawarah Cabang Muhammadiyah yang berfungsi untuk memilih pengurus dalam Pimpinan Cabang Muhammadiyah, strategi dan program dakwah Muhammadiyah di wilayah kecamatan tersebut, mengevaluasi gerakan dakwah pada periode kepengurusan sebelumnya, dan lain-lain yang penting untuk diputuskan dalam permusyawaratan tersebut. Musyawarah Cabang Muhammadiyah melibatkan seluruh Pimpinan Ranting Muhammadiyah di wilayah cabang atau kecamatan tersebut


e.    Pimpinan Ranting Muhammadiyah

Pimpinan Ranting Muhammadiyah adalah jenjang struktural Muhammadiyah setingkat desa, dan merupakan ujung tombak bagi gerakan dakwah Islamiyah yang dilaksanakan Muhammadiyah, karena Pimpinan Ranting Muhammadiyah menjangkau dan berinteraksi secara langsung dengan warga Muhammadiyah. Sebagai ujung tombak dari gerakan dakwah Islamiyah yang dilaksanakan oleh Muhammadiyah, Pimpinan Ranting Muhammadiyah adalah kekuatan paling nyata yang dimiliki Muhammadiyah, karena di level inilah sebenarnya basis-basis gerakan Muhammadiyah bisa dilaksanakan secara nyata.

Dalam melaksanakan gerak dakwah Islamiyah, Pimpinan Ranting Muhammadiyah mempunyai seperangkat pengurus yang berfungsi untuk melaksanakan program-program Muhammadiyah di tingkat ranting atau desa. Masa jabatan Pimpinan Ranting Muhammadiyah adalah lima tahun. Di samping itu, untuk proses kaderisasi, Pimpinan Ranting Muhammadiyah juga melakukan pembinaan dan kaderisasi melaui organisasi-organisasi otonom Muhammadiyah di level ranting yang mempunyai bagian – bagian  tersendiri.

 Pengambilan keputusan di Pimpinan Ranting Muhammadiyah dilaksanakan secara demokratis dalam bentuk permusyawaratan. Permusyawaratan tertinggi ialah Musyawarah Ranting Muhammadiyah yang berfungsi untuk memilih pengurus dalam Pimpinan Ranting Muhammadiyah, program dakwah Muhammadiyah, mengevaluasi gerakan dakwah pada periode kepengurusan sebelumnya, dan lain-lain yang penting untuk diputuskan dalam permusyawaratan tersebut. Musyawarah Ranting Muhammadiyah melibatkan seluruh warga Muhammadiyah di ranting atau desa tersebut.[9]

6.    Muhammadiyah Sebagai Pembeda
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid atau pembaruan memiliki karakter pada pemurnian ajaran Islam dan pengembangan. Muhammadiyah memadukan kedua hal tersebut dalam gerakannya sehingga menampilkan Islam yang berkemajuan secara mendasar dan meluas, sehingga menunjukkan keseimbangan.[10]
Kepemimpinan dalam Muhammadiyah memiliki tipikal khusus, yaitu mengembangkan kepemimpinan kolektif-kolegial. Kepemimpinan yang demikian bercorak sistem, artinya berada dalam aturan organisasi dan tidak bertumpu pada kepemimpinan personal atau figur. Corak kepemimpinan yang kolektif-kolegial dan bertumpu pada sistem inilah yang menjadikan Muhammadiyah menjelma menjadi organisasi Islam yang besar dan mampu bertahan usia satu abad.
Sejarah mencatat, figur pemimpin Muhammadiyah sejak Kiai Haji Ahmad Dahlan dan generasi penerusnya datang dan pergi sesuai sunnatullah. Namun Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berjalan secara organisasi terus tumbuh, mekar, dan berkembang hingga saat ini dan insyaAllah akan terus bertahan sampai ke depan yang jauh. Plus minus kepemimpinan Muhammadiyah yang demikian harus terus dipertahankan disertai peningkatan kualitas personal, fungsi, dan peranannya dalam membawa gerakan Islam pembaharu ini ke arah yang semakin maju.
Model kepemimpinan kolektif-kolegial dalam Muhammadiyah merupakan bentuk ijtihad para pendiri dan penerus Muhammadiyah. Ijtihad kepemimpinan tersebut dibangun atas pandangan untuk tidak mengembangkan model kepemimpinan bertumpu pada kekuatan figur dalam gaya imamah. Model kepemimpinan kolektif-kolegial tersebut tampaknya sejalan dengan pandangan modern yang lebih mengedepankan sistem ketimbang personalitas. Sehingga corak kepemimpinan bersifat kelembagaan melalui organisasi yang modern.
Dengan kepemimpinan kolegial membuat Muhammadiyah menjadi solid secara organisasi sehingga benar-benar menjadi lembaga yang kuat. Keputusan memang mengalami proses yang relatif lambat, tetapi hasilnya bersifat kesepakatan dan optimal, sehingga relatif mampu menampung masalah dan tuntutan secara luas. Kepemimpinan kolektif-kolegial juga bersifat bebas, sehingga tidak terjadi kekuasaan yang tertumpu pada satu pihak pada puncak kepemimpinan atau figur, sehingga terjadi proses dan corak yang lebih bersifat sama atau sederajat. Dalam alam pikiran dan kondisi masyarakat yang semakin modern maka model kepemimpinan yang demikian lebih cocok dan lebih sesuai.[11]



IKATAN PELAJAR MUHAMMADIYAH (IPM)
1.    Sejarah
Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM)  berdiri Pada tanggal 18 Juli tahun 1961. Latar belakang berdirinya IPM tidak terlepas kaitannya dengan latar belakang berdirinya Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam amar ma'ruf nahi mungkar yang ingin melakukan pemurnian terhadap pengamalan ajaran Islam, sekaligus sebagai salah satu konsekuensi dari banyaknya sekolah yang merupakan amal usaha Muhammadiyah untuk membina dan mendidik kader. Oleh karena itulah dirasakan perlu hadirnya Ikatan Pelajar Muhammadiyah sebagai organisasi para pelajar yang terpanggil kepada misi Muhammadiyah dan ingin tampil sebagai pelopor, pelangsung penyempurna perjuangan Muhammadiyah.
Jika dilacak jauh ke belakang, sebenarnya upaya para pelajar Muhammadiyah untuk mendirikan organisasi pelajar Muhammadiyah sudah dimulai jauh sebelum Ikatan Pelajar Muhammadiyah berdiri pada tahun 1961. Pada tahun 1919 didirikan Siswo Projo yang merupakan organisasi persatuan pelajar Muhammadiyah di Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada tahun 1926, di Malang dan Surakarta berdiri GKPM (Gabungan Keluarga Pelajar Muhammadiyah). Selanjutnya pada tahun 1933 berdiri Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan yang di dalamnya berkumpul pelajar-pelajar Muhammadiyah.
Dengan kegigihan dan kemantapan para aktifis pelajar Muhammadiyah pada waktu itu untuk membentuk organisasi kader Muhammadiyah di kalangan pelajar akhirnya mulai mendapat titik-titik terang dan mulai menunjukan keberhasilanya, yaitu ketika pada tahun 1958 Konferensi Pemuda Muhammadiyah Daerah di Garut berusaha melindungi aktivitas para pelajar Muhammadiyah di bawah pengawasan Pemuda Muhammadiyah. Mulai saat itulah upaya pendirian organisasi pelajar Muhammadiyah dilakukan dengan serius, intensif, dan sistematis.
Dengan keputusan konferensi Pemuda Muhammadiyah di Garut tersebut akhirnya diperkuat pada Muktamar Pemuda Muhammadiyah ke II yang berlangsung pada tanggal 24-28 Juli 1960 di Yogyakarta, yaitu dengan memutuskan untuk membentuk Ikatan Pelajar Muhammadiyah (Keputusan II/No. 4). Rencana pendirian IPM tersebut dimatangkan lagi dalam Konferensi Pemuda Muhammadiyah di Surakarta tanggal 18-20 Juli 1961, dan secara nasional melalui forum tersebut IPM dapat berdiri. Tanggal 18 Juli 1961 ditetapkan sebagai hari kelahiran Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Ddengan kantor pusat berada di dua wilayah yaitu,di  Jakarta  : Jl. Menteng Raya 62 Jakarta Pusat 10340 dan Yogyakarta : Jl. KH. Ahmad Dahlan 103 Yogyakarta 55262.
Perkembangan IPM akhirnya bisa memperluas jaringan sehingga bisa menjangkau seluruh sekolah-sekolah Muhammadiyah yang ada di Indonesia. Pimpinan IPM (tingkat ranting) didirikan di setiap sekolah Muhammadiyah. Berdirinya Pimpinan IPM di sekolah-sekolah Muhammadiyah ini akhirnya menimbulkan kontradiksi dengan kebijakan pemerintah Orde Baru dalam UU Keormasan, bahwa satu-satunya organisasi siswa di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia hanyalah Organisasi Siswa Intra-Sekolah (OSIS). Sementara di sekolah-sekolah Muhammadiyah juga terdapat organisasi pelajar Muhammadiyah, yaitu IPM. Dengan demikian, ada dualisme organisasi pelajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Dalam situasi kontra-produktif tersebut, akhirnya Pimpinan Pusat IPM membentuk team eksistensi yang bertugas secara khusus menyelesaikan permasalahan ini. Setelah dilakukan pengkajian yang intensif, team eksistensi ini merekomendasikan perubahan nama dari Ikatan Pelajar Muhammadiyah ke Ikatan Remaja Muhammadiyah. Perubahan ini bisa jadi merupakan sebuah peristiwa yang tragis dalam sejarah organisasi, karena perubahannya mengandung unsur-unsur kooptasi dari pemerintah. Bahkan ada yang menganggap bahwa IPM tidak memiliki jiwa heroisme sebagai-mana yang dimiliki oleh PII yang tetap tidak mau mengakui Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasinya.
Perubahan nama dari IPM ke IRM sebenarnya semakin memperluas jaringan dan jangkauan organisasi ini yang tidak hanya menjangkau pelajar, tetapi juga basis remaja yang lain, seperti santri, anak jalanan, dan lain-lain. Secara resmi perubahan IPM menjadi IRM adalah sejak tanggal 18 November 1992. Nama IRM kembali berubah menjadi IPM pada 28 Oktober 2008 di Muktamar IRM ke 16 di Solo.[12]

2.    Perbedaan IPM dan OSIS
IPM
OSIS
1.    Strukturnya :
PP IPM       
PW IPM    
PD IPM    
PC IPM  
PR IPM
2.    Tidak hanya sebatas organisasi saja, akan tetapi juga merupakan gerakan dakwah, amar ma’ruf nahi munkar.
3.    Selain pelajar, remaja non sekolah juga bisa masuk.
4.    Memperjuangkan eksistensi gerakan.
1.   Strukturnya tidak dari PP, PW, PD, PC nya akan tetapi langsung koordinasi dari sekolah dan kota/kabupaten.
2.   Hanya sebatas organisasi dan sedikit gerakan dakwahnya.
3.   Hanya pelajar sekolah saja yang bisa masuk.
4.   Tidak ada untuk memperjuangkan eksistensi gerakan dan hanya intern sekolah saja.










3.    Penghargaan
 IPM dalam  event Asean Youth Day Summit, menerima penghargaan ASEAN TAYO (Ten Accomplished Youth Organisations) pada tahun 2012. Penganugrahan OKP terbaik se ASEAN ini merupakan yang kedua setelah tahun 2006 IPM pernah menyabetnya yang digelar di Philipina. Bahkan Kementerian Pemuda dan Olahraga menobatkan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) sebagai organisasi kepemudaan  (OKP) kategori organisasi pelajar juara 1 terbaik nasional tahun 2013 lalu. IPM berhasil mengungguli organisasi Pelajar lainnya yang telah mengikuti proses penilaian.[14]
4.    Jaringan Struktural Ipm
 Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan tingkat Ranting. Pimpinan Pusat adalah kesatuan wilayah-wilayah dalam ruang lingkup nasional. Pimpinan Wilayah adalah kesatuan daerah-daerah dalam tingkat propinsi. Pimpinan Daerah adalah kesatuan cabang-cabang dalam tingkat kabupaten/kota. Sedangkan Pimpinan Cabang adatah kesatuan ranting-ranting dalam satu kecamatan. Pimpinan Ranting adalah kesatuan anggota-anggota dalam satu sekolah, desa/kelurahan atau tempat lainnya.
 Saat ini, Ikatan Pelajar Muhammadiyah telah menjangkau seluruh wilayah Indonesia, dengan 32 Pimpinan Wilayah, 355 Pimpinan Daerah, dan sejumlah Pimpinan Cabang serta Pimpinan Ranting IPM di semua sekolah Muhammadiyah tingkat SLTP dan SLTA.[15]









[1] Berita Resmi Muhammadiyah: Tanfidz Keputusan Muktamar Muahmmadiyah Ke 45 di Malang, (Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2005), edisi khusus no. 01, hlm. 111  
[2] Madrasah Mu’allimin Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta, Kemuhammadiyahan,hlm. 17-22
[3] Berita Resmi Muhammadiyah: Tanfidz..., hlm. 112
[4] http://www.muhammadiyah.or.id/, diunduh pada tanggal 8/6/2015
[8] Materi Kemuhammadiyahan Fortasi 2011, halaman 17-18
[10] Achmad Jainuri dkk, Muhammadiyah dan Wahhabisme:Mengurai Titik Temu dan Titik Seteru, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2012), cet. 1, hlm 28
[11] Haedar Nasir, Kepemimpinan dalam Muhammadiyah: Bagian 3 Sistem dan Tantangan, (Yogyakarta:Suara Muhammadiyah, 1-12 Februari 2011), hlm. 12-13
[12] Materi  ke-IPM an FORTASI 2014, hlm. 21-23
[13] Materi KE-IPM-AN Fortasi 2014, halaman 28
[14] Materi KE-IPM-AN Fortasi 2014, halaman 28

0 komentar:

Posting Komentar